Jumat, 01 Juni 2012

AJARAN ISLAM TENTANG BERBICARA


Berbicara menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari seseorang karena bicara merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi. Kemahiran dan kemampuan seseorang berkomunikasi, akan sangat memudahkannya menempatkan diri di antara masyarakat yang ada. Salah satu sebab apakah seseorang diterima atau ditolak di tengah-tengah masyarakat juga sisebabkan dari masalah ini.
Ajaran Islam Tentang Bicara menjadi sangat penting karena berbicara dapat menyebabkan pertumpahan darah, peperangan, dan sebagainya. Maka dalam hal ini ada pepatah : mulutmu harimaumu dan tajamnya pedang tak setajam lidah. Dan mengingat akan pentingnya persoalan bicara ini, maka Islam membirakan rambu-rambu yag menjadi warning nagi orang-orang yang beriman.
Berbicara yang baik memerlukan pembiasaan. Makin lama proses pembiasaan ini akan menjadi kebiasaan. Dan bila sudah menjadi kebiasaan maka secara otomatis nada bicaranya akan selalu baik, santun dan meneduhkan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW :
اكْلَفُوا من العمل ما تُطِيقُونَ فإن خير العمل أَدْوَمُهُ وإن قَلَّ ابن ماجه عن أبى هريرة
Laksanakanlah oleh kalian amalan semampu kalian, sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit (Ibn Majah)
Beberapa hal yang terkait Ajaran Islam Tentang Bicara di antaranya adalah :
1. Dalam bicara harus merendah hati :
Hal ini sesuai dengan firman Allah :
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman (QS. Al-Hijr : 88)
Berdasarkan ayat di atas maka dalam bicara harus menghindari kesombongan, ujub, takabur dan merendahkan orang lain.
2. Berbicara yang baik sebagai bukti iman kepada Allah dan Hari Akhir
Orang-orang yang beriman akan sangat memperhatikan cara dan gaya bertuturnya. Dia tidak asal bicara. Segala yang keluar dari mulutnya adalah kebaikan. Ketika ia tidak dapat melakukan pembicaraan yang baik, maka orang yang beriman akan lebih memilih untuk diam.
Bicara yang baik ternyata merupakan salah satu bukti keimanan seseorang terhadap Allah dan Hari Kiamat. Oleh karenanya, orang yang beriman akan sangat hati-hati dan penuh pertibangan untuk berbicara.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka brbicaralah yang baik atau diamlah (HR Bukhari)
3. Berbicara yang baik sebagai syarat dimuliakan derajat seseorang oleh Allah
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَرْفَعُ اللهُ بِهَا لَهُ دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ ».
Sesungguhnya seorang hamba yang berbicara denga kata-kata yang diridhai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan mengangkatnya beberapa derajat dengan kata-katanya itu. Dan seorang hamba yang berbicara dengan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa berpikir panjang, Allah akan menjerumuskannya ke neraka Jahannnam dengan kata-katanya itu (HR Bukhari)
Membaca dan memahami hadits di atas, maka jelaslah bahwa salah satu syarat unuk dimuliakan Allah, seseorang harus punya kebiasaan bicara yang baik.
Apabila seseorang mempunyai kebiasaan buruk dalam berbicara, yaitu dengan selalu mengeluarkan kata-kata atau kalimat yang dibenci oleh Allah maka balasannya tidak ada lain adalah neraka Jahannam.
4. Berbicara Syari’at harus ada dasar
Menyangkut persoalan ibadah, pembicaraan seseorang tentang hal ini harus benar-benar berdasarkan dalil naqli, baik Al-Qur’an maupun Hadits.
Seseorang yang berbicara syariat tanpa disertai dalil maka dia dianggap telah berbohong dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW. Maka berhati-hatilah!!!
عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ (رواه البخارى)
Sesungguhnya berbohong atas namaku tidak seperti berbohong kepada seseorang. Barangsiapa berbohong atas namaku maka tempatilah tempatnya di neraka (HR. Bukhari)
Hadits di atas sangat sesuai dengan firman Allah :
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً (الاسرأ : 36)
5. Menjaga mulut dan kemaluan dijamin surga
Menjaga farji adalah sesuatu yang penting dan sangat erat kaitannya dengan kehormatan. Dan menjaga farji ini juga menjadi syarat keberentungan orang beriman.
Dalam hadits di bawah ini, menjaga mulut adalah sama nilainya dengan menjaga farji. Kedua-duanya sama-sama menghantarkan seseorang menuju surge Allah.
Bila kita sedemikian sungguh-sungguh menjaga farji (kemaluan) kita, maka semistinya kita juga menjaga mulut kita.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَكَّلَ لِي مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ وَمَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ تَوَكَّلْتُ لَهُ بِالْجَنَّةِ
Barangsiapa yang dapat menjamin untukku sesuatu antara dua jenggotnya (mulut) dan sesuatu antara dua kakinya (kemaluan), aku akan menjamin surga un
tuknya (HR. Bukhari)
6. Berbicara dengan tersenyum
Yang terakhir dari pembahasan kita kali ini adalah pentingnya menghiasi pembicaraan kita dengan senyuman. Senyuman bukan saja akan menambah kita semakin manis dan enak dipandang, tetapi juga akan sangat berpengaruh terhadap kualitas bicara kita. Dengan senyuman pula berarti ada rasa hormat terhadap lawan bicara. Rasulullah SAW juga selalu menghiasi bicaranya dengan senyuman dibibir. Bahkan Dia tidak bicara sepatah katapun selain dengan dihiasi senyuman.
عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ قَالَتْ كَانَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَا يُحَدِّثُ بِحَدِيثٍ إِلَّا تَبَسَّمَ فِيهِ فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي أَخْشَى أَنْ يُحَمِّقَكَ النَّاسُ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُحَدِّثُ بِحَدِيثٍ إِلَّا تَبَسَّمَ (رواه احمد)
Abu Darda’ tidak berbicara tentang sesuatu kecuali sambil tyersenyum. Ummi Darda’ berkata kepadanya : “sungguh aku khawatir bila orang lain menganggapmu pandir”. Maka dia berkata : “Adalah Rasulullah tidak berbicara tentang sesuatu kecuali sambil tersenyum”. (HR. Ahmad)
semoga bermanfaat *_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar